Tuesday, October 15, 2013

PENANGANAN LIMBAH BIOLOGI DAN KLINIK


penanganan limbah 
biologi dan klinik




 
DISUSUN OLEH

ABEL LEOKADIA BONGUDEMO (13300001)
RENATO HAMID (13300030)
VIKTORINUS TRIWARDANI (13300044)


PROGRAM STUDI D3ANALIS KESEHATAN
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Melihat belum optimalnya pelayanan kesehatan di masyarakat  dan untuk menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, pendirian rumah sakit baik oleh pemerintah maupun swasta khususnya di daerah perkotaan semakin meningkat. Dampak negatif pendirian rumah sakit-rumah sakit tersebut salah satunya adalah pencemaran lingkungan akibat limbah yang tidak ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk, disentri, demam typhoid dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam. Limbah klinis lebih bersifat infeksius daripada limbah non klinis
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah dan swasta telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan  terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit.


BAB II
PEMBAHASAN

      A. Limbah
Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

     B.    Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
    1.    Limbah Klinik
              Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.

     2.      Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.

     3.      Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.

     4.      Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak  menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut.
Tempat limbah diseluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.
  1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
  2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah bukan  klinik
  3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
 
      D.    Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
1.      Pemisahan Limbah
a.   Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b.   Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
c.   Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.

2.      Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

3.      Penanganan Limbah
a.   Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas.
b.   Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika dibawa mengayun menjauhi badan limbah tidak tercecer keluar dan diletakkan ditempat  tertentu untuk dikumpulkan.
c.  Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan  warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai.
d.   Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.

4.      Pengangkutan Limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

5.      Pembuangan Limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), semua limbah infeksi harus diolah dengan cara desinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi, dan insinerasi. Jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraheni Heksanengtyas, 2011 , Pengolahan dan Penanganan Limbah Laboratorium, http://anggraheniheksaningtyas.blogspot.com/2011/06/pengolahan-dan-penanganan-limbah.html?m=1 , 9 Oktober 2013, Yogyakarta.

Anshar Bonas Silfa, 2013, Pengolahan Sampah / Limbah RumahSakit dan Permasalahannya., http://ansharcaniago.wordpress.com/2013/02/24/pengelolaan-sampahlimbah-rumah-sakit-dan-permasalahannya/ , 10 Oktober  2013, Yogyakarta.

Argo Khoirul Anas, 2009, Apa itu Limbah, http://argokhoirulanas.wordpress.com/2009/05/09/apa-itu-limbah/ , 10 oktober 2013 , Yogyakarta.

Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit